Kamis, 07 November 2013

APAKAH ESOK AKAN DATANG?


Suara detak jam berdetak nyaring di telinga, beradu cepat dengan detakan jatung. Perlahan lahan rasa gelisah muncul dalam benaknya. Akankah selamanya detakan jam itu yang mengiringi sisa-sisa hidupnya?
            Di balik jendela, seorang wanita renta duduk terpukau menatap senja  yang datang membisu memancarkan sinar penuh harapan. Dialah wanita renta yang selalu memenuhi memory ingatannya dengan kebahagiaan masa silam. Dialah wanita renta yang tak pernah lelah menantikan masa lalunya terulang kembali. Dialah sosok yang tak lagi punya esok.
            Hari ini dia berulangtahun ke 65, namun tak ada rasa letih nampak dalam raut wajahnya. Tak ada peluh dalam penantiannya. Dia masih seperti dahulu, wanita perkasa yang tak pernah menampakan rasa lelah.
Diam-diam ia menyimpan sebuah harapan, namun harapannya selalu membuatnya terlelap dalam rasa menyesal. Menyesal karena mengharapkan sesuatu yang tak akan pernah terjadi.
            “Selamat Ulangtahun ibu.. semoga panjang umur selalu”  suara nyaring terdengar di ujung telepon. Belum sempat wanita renta itu menjawab telepon dari anak perempuannya itu, tiba-tiba sang anak menghardiknya dengan mengatakan bahwa ia sangat sibuk, sejurus kemudian sang anak langsung mematikan sambungan telponnya.
            Baru beberapa detik ia menaruh telepon dari genggamannya, suara ketukan pintu terdengar sayup ditelinga. Tergopoh-gopoh ia berlari membukakan pintu, sekali lagi ia berharap sesuatu yang mustahil terjadi.
            Seorang lelaki dengan sebuah bingkisan bunga menanti dibalik pintu, dengan senyuman ramah ia menyapa wanita renta itu. Dalam samar kacamatanya, ia melihat sosok sang anak lelaki, namun hanya tukang pos yang berdiri di hadapannya.
            Ia mengambil bingkisan bunga dari tangan tukang pos dan mencari-cari sebuah memo didalamnya. Setelah mendapatinya, wanita renta itu membenahi kacamatanya, hatinya berdebar penuh harap membaca memo itu. Namun sekali lagi, ia hanya mendapatkan rasa kecewa.
            Kali ini, sebuah tulisan rapi dengan pita kecil diatas kertas, tertulis disana “Selamat ulangtahun... maaf tidak bisa pulang” suatu kalimat yang meyayat hati, suatu kalimat yang sudah empat kali dikirimkan dengan ejaan yang sama.
            Rasa kecewa memenuhi relung hatinya, itu karena menyatukan dua anak di masa-masa akhir hidupnya saja tak bisa ia lakukan.  Memang seharusnya ia bangga, bagaimana tidak, anak perempuannya adalah istri dari seorang walikota di kota seberang, sedangkan anak lelakinya adalah seorang pengusaha mapan yang terus melebarkan ‘sayapnya’ untuk membuka cabang perusahaanya diberbagai penjuru kota.
            Seharusnya wanita renta itu bahagia, di usianya yang tua ini ia tak perlu membanting tulang untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari,  uang terkucur deras dari dompet anak-anaknya.   Namun, wanita renta itu selalu saja menelan rasa pahit dan kecewa. Sudah 5 tahun ia hidup sendiri ketika ditinggal pergi sang suami. Terlebih tak satupun dari sang anak yang memperhatikan masa tuanya. Hanya ada ‘Meow’ kucing periharaannya yang selalu setia menemani.
            Seperti hari-hari biasanya, ia duduk termenung dengan Meow dipangkuannya. Ia menatap kelam sinar sang senja yang segera beranjak pergi, suara detakan jam terasa semakin melambat. Seperti biasa ia mengelus-ngelus kucing kesayangannya itu dan segera tertidur di kursi rotan yang selalu ia duduki.
Wanita renta itu menghela nafas panjang, keringatnya mulai membasahi pelipis. Rasa sesak mulai menjalar dan rasa takut mengakar ke relung hatinya, ia menanti cemas dalam tidurnya..akankah esok ia masih dapat merasakan hangatnya mentari pagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar